Education

Menyelamatkan Aksara Incung Melalui Pendidikan Nonformal

Akhir-akhir ini kita cukup dikagetkan dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang belum membaik. Beberapa sekolah di daerah yang mau ditutup, bangunan tidak layak hingga masih sulitnya akses pendidikan di beberapa kota. Rasanya untuk pendidikan formal saja masih sulit apalagi berharap ada dukungan pendidikan untuk melestarikan kekayaan budaya. Sangat disayangkan, padahal Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah, tradisi lisan, tarian, musik, serta sistem aksara kuno. Namun banyak di antaranya berada di ambang kepunahan karena tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah Aksara Incung, warisan budaya suku Kerinci di Jambi, yang kini nyaris hilang dari ingatan generasi muda.

Aksara Incung adalah sistem tulisan tradisional yang digunakan masyarakat Kerinci untuk mencatat hukum adat, sastra, silsilah, hingga catatan kepercayaan lokal. Bentuknya khas yakni huruf-huruf vertikal dengan lekukan yang berbeda dari aksara lainnya di Nusantara. Keunikan ini menjadikan Incung sebagai satu-satunya aksara lokal di wilayah Sumatra bagian tengah.

Di komunitas aslinya, hanya sedikit orang tua yang masih bisa membaca atau menulis Incung apalagi generasi penerus saat ini. Generasi muda hampir tidak pernah melihatnya, apalagi menggunakannya. Aksara Incung lebih banyak tersimpan di museum atau dokumen akademik, bukan di kehidupan sehari-hari mereka.

Banyak faktor yang menyebabkan warisan budaya ini semakin memudar, salah satunya aksara tradisional dianggap tidak relevan lagi di tengah gempuran digitalisasi dan pendidikan modern saat ini. Perubahan zaman dan masuknya budaya global membuat aksara lokal semakin asing bagi generasi muda. Padahal ini jadi kekayaan Indonesia yang perlu terus dijaga dan dilestarikan. Jika tidak dilakukan upaya serius, Aksara Incung bisa benar-benar punah. Jika itu terjadi, kita tidak hanya kehilangan sebuah sistem tulisan, tetapi juga kehilangan cara pandang, cerita, dan jejak sejarah yang terkandung di dalamnya.

sumber foto @sekolah.incung

Hadirnya Pendidikan Lokal Melalui Sekolah Incung

Di titik inilah pendidikan memainkan peran penting untuk mengenalkan kembali, untuk menjaga kekayaan budaya juga mewariskan Aksara incung ke generasi saat ini. Jika sekolah mampu memasukkan warisan budaya lokal ke dalam proses belajar, generasi baru akan tumbuh dengan rasa memiliki terhadap identitasnya.

Harapannya kurikulum bisa memberi ruang bagi daerah untuk memasukkan budaya lokal melalui mata pelajaran Aksara Incung bisa diajarkan di sekolah dasar atau menengah di wilayah Kerinci sebagai bagian dari pembelajaran sejarah, bahasa daerah, atau seni budaya. Namun nyatanya masih banyak tantangan untuk mewujudkannya.

Tak putus asa, ada wadah untuk pelestarian Aksara incung ini melalui jalur non formal. Komunitas dan lembaga budaya menyelenggarakan kelas, lokakarya, atau pelatihan aksara, seperti yang diupayakan oleh Sekolah Incung. Inisiatif berdampak besar yang jadi upaya nyata pelestarian berbasis pendidikan. Sekolah ini bukan institusi formal, melainkan komunitas budaya yang dipimpin oleh Tri Firmansyah. Tujuannya sederhana yakni menghidupkan kembali kemampuan membaca dan menulis Aksara Incung di kalangan anak muda.

Sekolah Incung ini mengadakan kelas terbuka, pelatihan, dokumentasi naskah, hingga sosialisasi ke sekolah-sekolah. Walau sarana masih terbatas, kadang belajar di aula desa atau ruang terbuka, semangat dari komunitas ini sangat besar. Mereka membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus menunggu kebijakan, tetapi bisa dimulai dari inisiatif lokal.

Lebih dari sekadar belajar huruf, Sekolah Incung mengajak anak didik dan pesertanya untuk memahami sejarah, makna, dan filosofi di balik aksara. Tujuannya untuk menumbuhkan rasa bangga dan kesadaran akan identitas budaya lokal yang seharusnya terus di wariskan dari generasi ke generasi.

Niat mulia Kak Tri Firmansyah dan teman-teman lainnya sering menghadapi tantangan dan hambatan, seperti minimnya pengajar, sarana yang tidak memadai hingga kurangnya dukungan beberapa pihak. Pendidikan nonformal ini sangat membantu menjembatani kebutuhan masa depan tanpa memutus identitas lokal yang harus tetap dibanggakan. Mengajarkan teknologi dan sains penting, tetapi membangun karakter dan identitas jauh lebih fundamental. Aksara Incung dapat menjadi simbol bagaimana pendidikan mampu menjaga budaya sekaligus membuka ruang inovasi.

Sumber foto: Instagram @sekolah.incung

Melalui akun instagram @sekolah.incung, kita bisa melihat foto-foto kelas kecil yang penuh semangat, ada anak-anak duduk dengan kertas-kertas juga goresan huruf-huruf khas Aksara Incung. Huruf penuh makna itu dibangkitkan kembali satu per satu lewat tawa dan antusias mereka.

Selain sesi menulis, mereka juga mengadakan workshop untuk pengenalan karakter aksara, latihan menyalin naskah-naskah lama, atau eksperimen membuat grafiti Incung. Ada kegiatan seru lainnya seperti membaca cerita lokal dalam tulisan Incung, kemudian menerjemahkannya ke alfabet latin, diskusi mengupas makna tiap katanya. Lewat cara itu, bukan hanya tulisannya yang dipelajari, tapi juga cerita di balik kata-kata tersebut, menghidupkan sejarah lewat dialog.

Alhamdulillah sekolah Incung yang digagas oleh Tri Firmansyah ini berhasil meraih Anugerah Pewarta Astra, sebuah penghargaan bergengsi yang diberikan kepada sosok atau program yang membawa dampak positif bagi masyarakat. Lebih dari itu, penghargaan tersebut juga termasuk dalam lingkup Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards, yaitu ajang apresiasi nasional dari Astra yang selama lebih dari satu dekade konsisten mencari penggerak perubahan di berbagai bidang. Perjuangan Tri membangkitkan kembali aksara Incung melalui pendidikan gratis sungguh mulia, penghargaan yang mereka terima ini bukan hanya bentuk apresiasi, tapi validasi bahwa dari ruang belajar sederhana dan kelas komunitas, lahirlah sekolah gratis yang membuat warisan budaya bisa dikenal kembali dan menggema hingga tingkat nasional

Semoga sekolah incung ini menjadi inspirasi bagi komunitas lokal, Pemerintah daerah dan banyak pihak untuk ikut melakukan pelestarian budaya melalui pendidikan gratis. Pendidikan memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali sesuatu yang hampir punah. Ia dapat menjadi jembatan antara generasi tua penjaga tradisi dan generasi muda pewaris masa depan.

Hiii terima kasih sudah berkunjung. I'm totally happy and greatly appreciate if you kindly give me some advice and comments. For any enquiries, kindly send email to ria.iyha29@gmail.com . Enjoying reading :))

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *