Uncategorized

Bukan Hanya Tugas Ibu di Rumah, Merawat adalah Tugas Bersama

Menurut data yang dipaparkan oleh ILO (International Labour Organization), 40% wanita di Indonesia memilih meninggalkan dunia kerja (resign) karena menikah, melahirkan, dan menjadi penyedia layanan kesehatan tidak berbayar di rumah. Nah, menurut teman-teman gimana? Setuju kah dengan hal tersebut?

Pertanyaan di atas mengingatkanku sama insight yang aku dapatkan dari event beberapa pekan lalu. Sebuah kesempatan yang amat aku syukuri, bisa hadir di acara yang diselenggarakan oleh ILO dan VosFoyer bertajuk “Boosting Care Economy Awareness in Indonesia via Social Media”. Bertempat di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta pada tanggal 29-30 Januari 2024. Event ini sangat menarik dan memberikan banyak pengetahuan baru, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pekerjaan merawat yang ternyata sangat bernilai dan produktif.

Di samping itu, Aku yang punya hobi di bidang photography merasa mendapatkan ilmu yang berharga karena di dalam workshop ini juga diajarkan gimana sih cara pembuatan konten yang engage (menarik perhatian) ke audience jaman sekarang. Materi tentang perkonten-an langsung dishare oleh pakarnya, Kak William Sudhana yang merupakan seorang Creativepreneur & Content Creator serta perwakilan dari VosFoyer.

Hari pertama,  Aku mengikuti workshop dengan materi yang disampaikan oleh pihak ILO Indonesia tentang meningkatkan kesadaran akan pentingnya pekerjaan perawatan/pengasuhan rumah tangga bagi kesejahteraan keluarga. Materi ini disampaikan langsung oleh pihak ILO Indonesia yaitu  Ibu Reti Sudarto dan Ibu Early Dewi Nuriana.

dokumen pribadi – Ibu Reti Sudarto sharing di #Day1

Aku melihat fenomena di sekelilingku dalam hal ini adalah teman-temanku yang sering malu, insecure, dan minder ketika mendapat pertanyaan “Sekarang kerjanya, apa?” kemudian dijawab, “Hanya di rumah, ngurus anak, ngurus suami, dan ngurus keluarga.”

Kenapa mereka malu, minder, dan insecure? Karena mereka beranggapan kalau pekerjaan merawat (anak, suami, keluarga) adalah pekerjaan yang tidak ada nilainya sama sekali. Berbeda dengan wanita yang masih bekerja kantoran ketika mereka sudah menikah dan punya anak. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, Wanita yang memilih untuk meninggalkan dunia kantoran dan lebih memilih untuk merawat (anak, suami, keluarga) tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, karena #Merawatpunbekerja.

Kalau persepsi orang dulu, kan Wanita atau anak perempuan memang tugasnya itu mengurus anak, mengurus suami, dan merawat orang tua. Padahal, pekerjaan perawatan/pengasuhan ini juga bisa menjadi tugas dan tanggung jawab suami atau anggota keluarga lainnya. Jadi beban pekerjaan yang dipikul perempuan sebaiknya bisa di bagi. Tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan atau satu orang saja.

Dokumen pribadi- Ibu Early Dewi Nuriana saat sharing di #Day1

Seharusnya pekerjaan merawat mendapatkan perlindungan dan hak yang sama seperti pekerjaan dengan profesi yang biasa kita kenal. Mendapatkan hak cuti, perlindungan sosial dan apresiasi lainnya untuk  menghargai mereka yang lebih memilih pekerjaan merawat atau carework. Peningkatan kondisi bagi care work akan membantu tercapainya siklus yang lebih baik di dalam keluarga.

Semoga masyarakat makin aware sama pekerjaan merawat yang bernilai produktif sehingga beban ganda yang dipikul perempuan bisa dibagi secara setara kepada pihak lain yang harusnya ikut bertanggung jawab. 5R (recognize, reduce, redistribute, reward dan representative) dari kampanye yang disampaikan ILO ini semoga bisa mengoptimalkan produktivitas perempuan di dunia kerja #MerawatpunBekerja #ILOCareEconomy

Dalam kehidupan rumah tangga, ayah juga perlu terlibat baik dalam pengasuhan ataupun membantu pekerjaan lainnya. Kita juga perlu membiasakan anak-anak ikut bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu, sehingga beban Ibu akan lebih ringan dan Si Ibu bisa punya waktu untuk dirinya sendiri,  mendapatkan hak untuk istirahat atau lainnya. Yuk lanjut cerita hari kedua.

Dokumen VosFoyer

Di hari kedua, materi yang Aku dapatkan tidak kalah menarik. Materi ini disampaikan langsung oleh William Sudhana selaku perwakilan dari Vosfoyer. Materi dari kak William ini menjawab keresahan dan kesulitan yang sempat aku alami dalam memproduksi konten. Materi yang bertajuk “Creating Engaging Content Through Your Story” ini sangat related dengan pekerjaanku juga. Tidak hanya aku, mungkin sebagian masyarakat butuh materi ini karena perkembangan beragam platform di era digitalisasi.

Konten yang saat ini digemari sebagian orang dan cukup menarik perhatian adalah konten video berdurasi 3-5 menit saja. Mata kita sudah dimanjakan dengan konten video berdurasi singkat yang hadir di platform sosial, misalnya tiktok. Tanpa sadar, entah berapa jam waktu kita habiskan di depan layar ponsel.

Rata-rata masyarakat Indonesia akan jenuh jika menyimak konten di atas 5 menit jika gaya penyampaiannya tidak dengan Storytelling. Saat ini, Storytelling adalah kunci untuk para Content Creator menghasilkan banyak viewers. Bahkan ga tanggung-tanggung lho, viewers yang dihasilkan bisa mencapai ratusan ribu bahkan mencapai jutaan!

Storytelling ini merupakan “nyawa” dari sebuah konten, namun ingat Storytelling ini bukan hanya menyampaikan fakta-fakta yang terjadi. Memang betul, ketika Content Creator menggunakan teknik Storytelling, mereka harus memasukkan fakta-fakta untuk memperkuat ceritanya, namun lebih dari itu Storytelling yang baik juga harus memasukkan teknik pemilihan kata dan gaya bercerita yang enak didengar dan mudah diterima.

Dokumen VosFoyer

Lebih lanjut lagi, William Sudhana juga menyampaikan kalau para Content Creator yang memilih teknik Storytelling dalam pembuatan kontennya ini gak perlu fokus sama editan videonya, karena viewers itu akan melihat dari isi ceritanya/isi videonya, bukan dari aplikasi editan video apa yang dipakai, bukan dari bentuk dan jenis font apa yang dipakai, bukan dari seberapa hebat Si Content Creator itu mengedit video, sekali lagi bukan. Kalau teman-teman menyajikan isi video yang menarik dan easy listening pasti viewers akan betah menonton video tersebut dan gak jarang juga ada yang komen “Mana part keduanya? Part ketiganya? dan sebagainya.”

Tidak lupa juga nih yang ga kalah penting untuk disimak yaitu menurut William Sudhana di jaman sekarang ini ada 4 konten yang biasanya mendulang banyak viewers entah itu di platform Tiktok ataupun di platform Instagram yaitu:

  1. Social Experiment (biasanya ini melibatkan masyarakat untuk ikut dalam pembuatan konten dan inframe di dalamnya)
  2. Humor (Isi kontennya adalah mengandung unsur lucu/komedi dengan gaya bahasa yang ringan)
  3. Controversial (Isi kontennya diawali dengan judul-judul yang tidak biasa dan cenderung mengundang kontroversi)
  4. Opini (Isi konten adalah mengandung opini pribadi yang disertai dengan pengalaman pribadi yang pernah dialami oleh Si Content Creator)

2 hari ikutan workshop ini aku ngerasa happy banget, acara yang dikemas dengan menyenangkan. Ada fun games hingga sharing session mendengarkan cerita teman-teman yang hadir. Materi dari workshop ini pun bisa aku terapkan di rumah dan di dalam hobiku sendiri. Pokoknya bermanfaat banget, Alhamdulillah. Terima kasih ILO Indonesia

Hiii terima kasih sudah berkunjung. I'm totally happy and greatly appreciate if you kindly give me some advice and comments. For any enquiries, kindly send email to ria.iyha29@gmail.com . Enjoying reading :))

One Comment

  • Nurjanah

    Merawatpunbekerja konsep itu susah bgt buat dimengerti orang2 sekitar yg Mandang sebelah mata sayang bgt kuliahnya, sayang bgt ninggalin kerjaannya. Padahal dirumahpunbekerja.
    Jadi gak perlu insecure justru harus bangga karna masih bisa ngelakuin aktivitas lain sambil ngurus keluarga, double pahala.

    Pembahasan ke 2 juga keren ilmunya buat enterpreneur yg nyari ide

    #goodreading
    Thanks ilmunya ri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *