Education,  Healthy,  Parenting

Melahirkan Normal Setelah Caesar, InsyaAllah bisa ko

Sebelum memulai cerita aku ingin sedikit flashback kenapa akhirnya aku berbagi cerita di blog ini. Aku berharap pengalaman dan informasi yang aku sampaikan bisa bermanfaat dan menjadi dukunganku kepada para ibu hebat yang membaca ini. Apapun proses persalinan yang kita rasakan, semuanya adalah proses hebat yang dilalui seorang ibu. Perjalanan menjadi ibu adalah anugerah dan kesempatan panjang untuk terus belajar banyak hal. Ada banyak kejutan-kejutan nantinya yang akan kita alami dari setiap perjalanan ini, let’s support each other.

Pengalaman melahirkan anak pertama melalui operasi caesar 

Aku melahirkan anak pertamaku melalui proses persalinan caesar karena ketubanku pecah namun tidak ada kontraksi. Kala itu aku menjalani SC dan pemeriksaan rutin di RS Harapan Kita. Alhamdulillah Arfa anak pertamaku terlahir sehat. Hanya saja pasca operasi aku mengalami baby blues di minggu pertama kelahirannya. Aku menyadari betul baby blues yang aku alami karena kurangnya edukasi diri bagaimana merawat newborn hingga healing pasca SC, kelelahan karena kurang tidur dan beberapa komentar judgemental yang menyerang psikisku saat itu. Beberapa menganggap aku terlalu sensitif, tapi menurutku itu komentar-komentar yang seharusnya tidak dilayangkan kepada ibu baru yang masih kurang ini itu. Kenapa kok bisa caesar? Kurang jalan pagi sih, nanti anak selanjutnya jadi harus operasi loh, hingga yang paling ngejleb ”belum jadi ibu kalau belum melahirkan normal”

Coba bayangkan kalimat-kalimat tajam dan pertanyaan gak nyaman itu dirasakan disaat fisik sudah kelelahan merawat newborn. Saat itu aku merasa sendiri, terpukul dan terus merasa bersalah. Dalam hati aku terus membantah ‘Apakah peran jadi ibu hanya ditentukan dari proses persalinan? Apa ibu yang melahirkan normal itu lebih hebat dari SC? Aku hanya bisa diam, aku tak bisa menjawab atau mendebat pertanyaan dan komentar mereka, orang terdekatku.

Hal itulah yang menguatkan tekadku untuk bisa melahirkan normal. Saat itu ada perasaan ingin membuktikan aku juga seorang ibu yang bisa melahirkan normal. Tapi sekali lagi itu pemikiran dan perasaan beberapa tahun lalu, saat aku menulis ini hatiku jauh lebih lapang saat mendengar komentar julid yang menyakitkan hati. Melahirkan normal atau SC bagiku hanya sebuah proses yang tidak menjadikan label ibu hebat atau label lainnya yang sering dibanding-bandingkan, karena aku percaya, pada hakikatnya bayi memilih jalan lahirnya sendiri. Ibu tetaplah seorang ibu..apapun proses persalinan yang dilaluinya.

Tepat usia Arfa 3 tahun, aku dan suami melepaskan pengaman dan berikhtiar agar kami diberikan anak perempuan. Ihktiarpun dilakukan dengan menyesuaikan hubungan intim sesuai kalender kesuburan yang sudah kami install, mengatur posisi saat berhubungan hingga menjaga makanan. Alhamdulillah atas ijin Allah, saat usg dokter memastikan anak kedua kami perempuan, ini ceritanya.

Proses Pemeriksaan, Ganti Rumah Sakit

Pemeriksaan anak kedua kali ini, kami memilih RS Graha Kedoya yang terletak di Jakarta Barat. Pilihan ini kami buat atas pertimbangan dari pengalaman sebelumnya. Saat hamil Arfa, proses check up dilakukan di Harkit, lokasinya lumayan jauh sekaligus memakan waktu berjam-jam untuk antri. Akhirnya kami memutuskan untuk ganti RS sekaligus mencari dokter yang pas. Dokter yang menjadi partner kami pertama kali adalah Dr. Forry, berbekal dari review terbanyak yang aku dapatkan di Google. Namun setelah dua kali kunjungan, aku memutuskan ganti dokter karena alasan personal aja sih, aku lebih nyaman dengan female Obgyn. Saat itu female Obgynnya hanya ada Dokter Riyani Marlisa Limoa, sekejap aku putuskan untuk melanjutkan pemeriksaan rutin dengan beliau.

Pemeriksaan Dengan Dokter Riyani Marlisa Limoa

Menentukan Obgyn yang ‘pas’ dengan kita bukan perkara mudah. Agak sulit dijelaskan sih, ehm kayak mencoba satu masakan ya, menurutku enak tapi belum tentu sama di lidah orang lain. Dengan dokter sebelumnya, aku merasa flat aja, check up ya gitu aja, di cek..nanya trus di jawab abis itu udah. Tapi kali ini ada yang berbeda, First Impression check up sama Dokter Riyani, kok aku ngerasa happy dan nyaman gitu, seperti ada energi positif yang ditransfer. Asli ini gak lebay, tapi aku merasakannya hingga aku mengupdate tulisan ini (saat ini aku udah punya anak keempat dan masih happy kalo ketemu beliau). Rejeki!!! yup ini rejeki dan kemudahan yang Allah kasih bisa dipertemukan dengan beliau.

Proses Pemeriksaan

Aku sudah merasa nyaman dengan Dokter Riyani sejak pertama kali check up. Akutu tipe yang suka bingung nanya apa ya nanti sama dokter, trus waktu usg nanti aku harus nanya apa aja sih. Nah yang aku suka itu, si dokter gak pernah ‘buru-buru’, kenapa aku bilang gitu karena aku pernah merasakan pengalaman diperiksa sama dokter yg keliatan banget buru-buru. Cek usg ukur kepala, usia kehamilan abis itu udah. Berbeda banget sama pengalamanku ke dokter Riyani, di cek pelan-pelan menyeluruh sambil dikasih tau. Kalau belum jelas, si dokter akan puter puter lagi alatnya sampai ketemu, sabar dan detail banget sih. Pas pertama kali check up, dokter Riyani agak pendiam sih kalau kita gak banyak tanya. Pertanyaan pertamaku sama Dokter Riyani ‘ Dok ada pantangan makanan gak sih?’ kurang lebih jawabanya gini ‘Gak ada bu, asal tidak berlebihan dan usahakan matang’. Hamil itu bukan sakit tapi anugerah’.

Terus aku juga nanya,  ”Dok saya bisa lahiran normal kan?”, KITA coba ya bu. Simple answer tapi memberikan keyakinan dan afirmasi positif. Keluar dari ruangan dokter, gak ada pikiran yang berat malahan aku makin semangat gitu, ya ada kesempatan buat mencoba lahiran normal.

Dikunjungan berikutnya, aku makin enjoy sih sama dokter Riyani. Beliau juga menjelaskan dengan rinci jawaban pertanyaan-pertanyaanku. Jarak melahirkan normal setelah caesar sebaiknya sudah di atas 3 tahun, tidak ada riwayat penyakit atau hal – hal yang bisa membahayakan si ibu. Selain itu proses kontraksi nanti TIDAK disarankan untuk induksi atau pemberian obat penahan rasa sakit. Kontraksi harus berjalan alami dan senormal mungkin. Jujur awalnya aku sempat ragu mau ngasih tau keinginanku untuk lahiran normal karena cerita pengalaman temanku yang ditolak oleh dokter untuk normal, jadi temanku disarankan untuk SC aja. Kalau dari ceritanya sih gak ada indikasi ‘bahaya’ kalau di coba, tapi mungkin ada pertimbangan lain

Happy banget dapet respon yang positif dari Dokter Riyani, sejak awal beliau sangat mendukung tekadku untuk bisa melahirkan normal, kata KITA yang beliau ucapkan jadi dukungan besar buatku. Belum lagi afirmasi positif lainnya yang ia kasih jadi booster tenaga pas lagi lahiran, ini ceritanya…

Proses Melahirkan

Menjelang HPL (HPL 8 Maret), aku mulai gelisah karena tanda-tanda kontraksi belum ada. Segala treatment untuk memancing kontraksi sudah aku coba. Aku mulai khawatir kejadian saat hamil anak pertama akan terulang, ketuban pecah duluan sedangkan gak ada kontraksi. Kekhawatiranpun bertambah karena hampir semua orang mengatakan aku gak akan bisa normal, ”kalau anak perta SC pasti anak kedua juga” ada lagi yang bilang ”Udah langsung SC aja kayak anak saya, itu udah bulannya kan?”.. Bayangin buibu gimana gak was-was, tanggal 8 bentar lagi tapi tanda-tanda kontraksi belum ada. Dokter Riyani mengatakan kalau kita hanya dapat menunggu 1 minggu saja setelah HPL, lebih dari itu sangat beresiko untuk normal. Apa karena pinggulku kecil ya seperti yang dikatakan oarang-orang, saat itu aku hanya bisa berdoa terus berdoa Allah memberikan yang terbaik. Suami tetap support  untuk menunggu kontraksi, Allah lah yang punya kuasa dan kehendak, tapi kita harus yakin dulu untuk bisa’ normal.

8 Maret 2017, tepat hari ini HPLnya. Sejak shubuh perutku kencang setiap 10 menit namun hilang, ini kenapa ya, apa ini kontraksi mau melahirkan atau kontraksi palsu lagi (2 hari sebelumnya tiap malam kontraksi palsu). Sepanjang hari aku merasakan kontraksinya semakin lama semakin terasa, biasanya bisa tidur siang walau sebentar, ini kok udah gak bisa. Sore hari ba’da ashar, rasanya semakin sakit, semakin intens sekitar setiap 5 menit. Akhirnya aku telfon suami untuk cepat pulang. Sesampainya di rumah aku langsung ajak suami ke RS. Cek demi cek ternyata sudah pembukaan 3 dan harus dirawat inap. Berhubung suami dan anak tidak diijinkan berada di ruangan observasi, akhirnya aku meminta mereka untuk menunggu di rumah saja. Aku akan terus mengabari jika kontraksi makin bertambah.

Sekitar jam 8 Dokter Riyani datang untuk melakukan pemeriksaan, masih pembukaan 3 namun disertai gumpalan flek yang keluar, aku mulai deg-deg an karena untuk pertama kalinya merasakan kontraksi. Dari jam 7 hingga jam 9 malam kontraksinya makin specta, berkali-kali aku mencoba mencari posisi ter-nyaman mungkin untuk mengurangi rasa sakitnya, dari mulai tidur menyamping, telentang, berjalan hingga sujud rasa sakitnya tetap luar biasa. Menahan rasa sakit sendiri di kamar observasi tanpa keluarga membuat aku hanya bisa menangis dan terus berdoa. Gak nyangka rasa sakitnya begini padahal baru kontrasi awal.

Tiap berapa menit aku minta suster untuk mengecek sudah bukaan berapa, hingga akhirnya pukul 10 malam aku sudah berada di pembukaan 7. Haaaahh…baru 7 sus?  Aku kira sudah hampir lengkap, rasanya udah gak karuan, mana tenaga udah hampir habis, kebanyakan nagis kayaknya. Riwayat SC membuat kontraksi harus berjalan senormal mungkin, tanpa obat penahan rasa sakit ataupun induksi. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon suami. Ternyata kedatangan suami sangat membantuku secara psikis, aku udah berhenti nangis dan untuk selanjutnya ada tangan suami yang siap aku bejek hahah

Menuju pembukaan 8 rasanya makin tak tertahankan, keinginan menyerah pun muncul, namun suami terus memotivasiku untuk tetap kuat. Suster di ruangan juga membantu memotivasi ‘’ayooo bu sedikit lagi perjuangannya, sudah pembukaan 8’’. Mendengar support mereka membuatku meneruskan perjuangan ini, jadi bersemangat kembali. 4 gelas teh manis sudah habis seiring pembukaan yang hampir lengkap.

Ternyata pada pembukaan terakhir, muncul rasa ingin mengedan, rasanya ingin pup yang tidak bisa ditahan. Tapi harus  ditahan karena dokter Riyani belum tiba. Kasian juga dokter Riyani baru datang visit jam 8 malam tadi dan sekarang harus balik lagi RS (saat itu menjelang jam 12 malam).

Tidak putus berdzikir dan pasrah, hanya itu yang bisa aku lakukan. Sudah gak ada jeda, kontraksinya terus-terusan diikuti rasa ingin mengedan. Bayangkan ada sesuatu yang mendorong ingin keluar tapi harus di tahan.

Kamis, 9 maret 2019 tepatnya jam 1 dini hari, Dokter Riyani pun datang, dengan mata yang terlihat sekali baru bangun tidur. Maaf mengganggu tidurnya ya dok

Saat dokter datang, akhirnya aku diberikan ijin untuk mengedan, yess, fikirku si baby akan segera keluar! Tapi ternyata aku kehabisan tenaga dan gagal mengedan dengan pas. Akhirnya ketubanku dipecahkan, blusssss….ada air yang keluar dan rasanya plong, lega si kecil keluar nih. Ehh perkiraanku salah lagi, air ketuban ngalir tapi si baby masih di dalam dan kontraksinya jadi tidak intens.

Lumayan lama menunggu kontraksi datang, aku sampai khawatir dan mulai menyerah, apa bisa lanjut SC aja atau di vakuum saja.  Disinilah Dokter Riyani sangat berperan dengan afirmasi dan semangat positifnya. Tidak apa-apa bu kita tunggu ya, kalau kontraksi datang.. ibu ambil nafas panjang dan ngeden sekuat-kuatnya ya. Berkali-kali aku coba mengedan tapi masih belum berhasil, sampai aku bilang ke dokter ”udah dok saya cape banget, di vakuum aja”

Dokter Riyani menguatkan ‘’ayo bu sedikit lagi…ini kepala nya sudah kelihatan loh’’ Ibu pasti bisa, sedikit lagi ini (besoknya suami baru bilang, saat dokter ngomong gitu padahal kepala bayi gak kelihatan, malahan masih jauh). Tapi dengan kata-kata positif Dokter Riyani itu lah yang membuat aku terus berusaha lagi. Melihat aku yang kehabisan tenaga, akhirnya semua suster dikerahkan untuk membantu.

Tepat pukul 2 dini hari Maiza Arsyila Zayana keluar, tumpah air mata dan hilang semua rasa sakit. Akhirnya putri yang kami nantikan lahir dengan selamat dan sehat. Ya Allah kurang lebih 22 jam saya merasakan kontraksi, rasanya luar biasa. Hal pertama yang aku rasakan adalah keinginanku untuk ketemu ibuku, yang udah lebih dulu merasakan perjuangan ini semua.

Alhamdulillah Allah pemilik segala kuasa, Terima kasih Suamiku, Dokter Riyani my favorite obgyn dan semua keluarga..

Maiza Arsyila Zayana
9 Maret 2017
RS Graha Kedoya, Lahir pukul 02:15 dengan berat 3.1kg dan panjang 49cm.

Updated: Oktober 2021 Akhirnya foto bareng sama beliau, ketemu lagi untuk pasang KB , Dokter Riyani masih ingat aku ternyata,,,ibu yang anak pertama SC dan anak ke 2-4 normal ya… finger heart 😀

Hiii terima kasih sudah berkunjung. I'm totally happy and greatly appreciate if you kindly give me some advice and comments. For any enquiries, kindly send email to ria.iyha29@gmail.com . Enjoying reading :))

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *